sekarang saya akan menerangkan tentang "Tahapan Menuju Taqwa" ok dh tanpa basa basi lagi ini dia Penjelasan lest's go..............
· Latar Belakang
Sepanjang sejarah umat manusia dapat ditemukan beraneka ragam corak karakter atau tipologis suatu anggota masyarakat. Suatu stratifikasi sosial dalam masyarakat berkembang, dimana suatu elite berkehendak adanya suatu inovasi (pembaharuan), tetapi pada saat yang sama sang elite itu terancam kedudukan sosialnya, maka akan muncul akibat tumbuh suburnya “counter elite” atau “marginal man”. Marginal man dimaksud sebagai bentuk kelompok masyarakat yang tidak puas terhadap situasi sosial, namun tidak berdaya mengubahnya. Pada keadaan seperti itu, akan muncul penampilan-penampilan figur perorangan atau kelompok yang bersifat “mencari untung” dengan bisnisnya sendiri. Namun, orang yang tidak mau melibatkan dirinya dengan kaum elite yang mandek itu bukanlah apatis (cuek/acuh) semata, tetapi memang tidak ada “pintu” (peluang) untuk menampilkan diri. Demikian halnya bila mereka ingin membuat pintu (peluang) sendiri, juga dilarang (tdk boleh) !.
Dalam hubungan keadaan masyarakat seperti itu, dapat disaksikan lahirnya Ulama, Ilmuwan, Pemimpin dan Profesi lainnya yang tidak murni lagi. Tidak sesuai dengan predikat agung yang disandangnya, dan telah mengalihkan tujuannya yang suci hanya sekedar pemenuhan kebutuhan sesaat (kesenangan dunia) belaka, baik bersifat materi maupun fasilitas (jabatan). Corak masyarakat cari untung demi kebutuhan sesaat dan mengorbankan kesucian martabatnya itulah yang disebut sebagai “Kuli Kontrak”. Meskipun dia Ulama, Ilmuwan, bahkan Pemimpin, sudah tidak mampu lagi menampilkan keaslian atau orisinilitas fatwa, hasil studi atau keputusan politiknya—karena sudah dikontrak oleh elite diatasnya. Tidak ada kepribadian lagi…! dan martabat manusia yang tinggi pun telah hilang (sirna). Lihat dan perhatikan…, ciri-ciri atau indikasi orang yang menampakkan seperti itu di sekeliling kehidupan kita sehari-hari, betapa banyak dan hampir menyeluruh…
Tulisan ini untuk mengingatkan diri, agar supaya kita mampu berjalan di atas rel kehidupan sesuai tuntunan syariat agama yang dibenarkan. Tiada maksud mendikte apalagi menggurui, hanya sekedar mengingatkan saja sebagai bentuk kasih sayang (silaturahim) kepada sesama saudara seiman dan sebangsa. Insyaa Allah…!
Berikut pengamatan faktual terhadap kelompok ulama, ilmuwan dan pemimpin. Mudah-mudahan dapat mewakili terhadap stratifikasi masyarakat lainnya.
......................................................................................................................
“Dan kalau Kami menghendaki…, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia ulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir…” (Al Araf : 176).
Sejak dulu, pernah terjadi ulama kontrakan itu yang mempermainkan Allah SWT dengan membisniskan, memanipulasi kandungan wahyu Allah untuk kepentingan dirinya, golongannya dan partainya. Contoh nyata…, ketika terjadi perang Siffien, dimana Ali sebagai khalifah mampu mendesak Mu’awiyah, maka serta merta Amru bin Ash sebagai kelompok Mu’awiyah mengkomandokan kepada lasykarnya untuk menusuk Mushaf (Qur’an) dengan ujung lembing serta dinaikkan sebagai tanda bersedia damai dengan hukum Al Qur’an. Ali yang sebenarnya dalam posisi kuat melihat Qur’an diangkat, mengurungkan niatnya untuk menyerang. Akhirnya dalam perundingan, delegasi Ali (Abu Musa Al Asy’ari) diperdaya dan tertipu, dan Ali pun turun dari kekhalifahannya digantikan Mu’awiyah.
Lain lagi dimasa Daulah Abasiyah, para ulama dipaksa untuk berfatwa apapun sesuai dengan way of life sang khalifah. Atas fatwa ulama yang “kontrakan” tersebut maka banyak orang menjadi korban, termasuk Imam Hambal yang harus meringkuk dipenjara, dicambuk, dihina agar merubah pendiriannya. Ibnu Taimiyah termasuk pula yang harus berulang kali masuk penjara karena mempertahankan hujjah-nya yang memang dianggap sesuai dengan Sunatullah dan Sunnaturrasul.
Bagaimana halnya di abad 20 ini, masih ramaikah pasaran ulama kontrakan…? Tentunya ulama kontrakan abad 20, pastinya lebih up to date teknik kontrakannya sesuai dengan era informasi dan teknologinya yang canggih. Ulama kontrakan abad 20 kelihatan lebih intelek dengan menyandang berbagai title kesarjanaan dan argumentasinya yang penuh dengan mantic/logika, dan tidak segan-segan mengutip ayat-ayat Qur’an walaupun tidak pada tempatnya, dan mengutip hadist walaupun tidak sesuai dengan asbabul wurut atau hanya sekedar dijadikan pijakan moral, yang penting dapat terus manggung dipodium dan lengket dengan elite yang disembahnya.
Fatwa yang dikeluarkannya diformulasi sedemikian rupa dengan referensi kepada literatur yang banyak, agar sah argumentasinya secara ilmiah naqliah yang bersumberkan Qur’an dan Hadist yang dikutipnya. Pernah sewaktu-waktu dikeluarkan fatwa bahwa judi itu halal asal orang Islam tidak ikut. Suatu waktu pengguguran kandungan (aborsi) juga bisa dilegalisasi. Film porno dan majalah bergajul lewat mulus ketengah-tengah masyarakat, dengan suatu fatwa masyarakat kita bijaksana…, bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Lain kesempatan berfatwa pula bahwa tak ada hubungan antara Islam dengan Politik. Kata Imam Ghazali, ulama kontrakan seperti itu disebut sebagai “Ulama Mahjuj…”, yaitu ulama yang sebenarnya paham akan hukum Allah, perintah-Nya, tentang ayat-ayat-Nya tetapi dia lebih melihat dirinya merasa besar dan benar, sehingga telah tertutup kealimannya dan ketajaman ilmunya oleh kemewahan hidup dunia. Dia tamak, jauh dari keberkahan ilmu, cinta akan ketinggian status…, dan takut kalau hidupnya menderita karena miskin. Dia telah menjadi hamba kemewahan dunia, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat Al Araf ayat 176 diatas.
· Gambaran Kehidupan
(ERA GLOBALISASI)
Sudah tidak diragukan lagj, bahwa moderenitas yang meng-global telah melahirkan individu-individu kapitalis yang egois. Pola pikir kebendaan (materialistis) yang tampak terlihat dan terasa, telah mendominasi umat manusia di dunia. Berlomba-lomba dalam mengejar kesenangan dan kemewahan materi dunia sudah menjadi tujuan hidup dan alasan yang membenarkan manusia dalam meraih kebahagiaan ataupun kesuksesan hidup. Begitu kuatnya daya tarik dunia, sehingga banyak dari kaum muslimin pun jatuh terperangkap dalam kubangan kenistaannya. Lihat saja…, bagaimana sistem kehidupan ini dibuat sedemikian rupa oleh pecinta dunia dalam upayanya menunjang semua keinginan nafsu mereka. Mulai dari sistem pemerintahan, perdagangan (barang dan jasa), perbankan, asuransi, tenaga kerja sampai kepada bidang keagamaan pun, ikut termasuk dalam rekayasa pencetakkan mesin uang. Astaghfirullah…
Sadar ataupun tidak, bahwa sebagian besar umat manusia telah menjadikan Uang sebagai Tuhannya, dan kata “Sukses” sudah menjadi berhala baru dalam era globalisasi sekarang ini. Cobalah tanya, bagaimana gambaran orang sukses jaman sekarang…? Jawabnya tidak jauh dari kemapanan ekonomi…!? (rumah mewah, mobil bagus, uang banyak, harta berlimpah, jabatan tinggi serta penampilan yang gaya dan keren…). Penyembahan yang berlebihan kepada materi dunia, telah menjadikan umat manusia kehilangan jati diri serta melupakan tujuan dan maksud hidup sebenarnya. Akhirnya apa yang terjadi…? Tatanan kehidupan masyarakat menjadi rusak dan hancur, karena nilai moral yang tertanam dalam diri setiap orang hanya mengikuti keinginan dan kesenangan nafsu (syahwatnya) saja. Sehingga yang ada dalam pikiran umat (manusia) sekarang ini hanya tertuju pada materi dunia, yang menurut mereka diartikan sebagai lambang kesuksesan hidup. Tidak aneh, apabila jabatan birokrasi jadi rebutan, sehingga partai polotik tumbuh seperti jamur di musim hujan. Orang tua yang kaya tapi bodoh, suka rela menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi atau universitas terbaik, walau dengan (suap) mengeluarkan kocek ratusan juta rupiah demi gelar profesi yang dianggap memiliki prospek cerah bagi kehidupan anak-anak mereka.
Budaya dan mental hidup masyarakat kita menjadi Individualis yang Irrasionalis…, mau enak sendiri, gak mau ngalah, sangat na’if dan rakus mengejar kesenangan semu materi dunia. Senang melihat orang susah dan susah jika orang lain senang…. Kepekaan dan kepedulian sosial sudah nyaris hilang dalam kehidupan masyarakat kita, yang dulu terkenal dengan sistem kekeluargaan dan gotong royongnya, sehingga tidak ada lagi kasih sayang dan tenggang rasa terhadap sesama. Yang ada sekarang hanya saling hasud dan berbangga diri dengan gaya hidupnya masing-masing. Beda dengan budaya barat yang diconteknya. Walaupun mereka individualis (hidupnya masing-masing…?), namun masih memiliki kepekaan dan solidaritas yang tinggi terhadap nasib hidup orang lain yang kurang mampu. Mereka masih memiliki jiwa dan semangat heroik (kepahlawan). Terbukti dengan banyaknya sumbangsih mereka dalam hal membantu korban bencana alam ataupun korban perang. Dan mereka masih mau membela nasib orang yang tertindas atau yang terdzholimi (masih ada kasih sayang). Individualis, tapi masih rasional. Sementara masyarakat kita…? Jangankan untuk membantu orang lain dengan sejumlah materi…? Untuk sekedar dimintai tolong jasa saja susahnya minta ampun. Cobalah perhatikan…, bagaimana perilaku masyarakat kita, ketika di jalanan terjadi kemacetan…?. Semua main sodok, malahan dengan sengaja mempersempit jalur, agar supaya jalanan tambah macet…. Rasanya mereka senang melihat orang lain susah. Dan lihat pula perilaku pejabat birokrat secara umum…?, Lalu bagaimana pula perilaku dokter dan paramedis di rumah-rumah sakit…?, Tidak ada uang, jangan harap ada pelayanan…! Dan juga perhatikan bagaimana perilaku para Da’i bayaran…? Sungguh, kebanyakan mereka hanya mementingkan materi...! Jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, apalagi keadilan dan akhlaq mulia…? Masyaa Allah…!
· MASYARAKAT KAPITALIS yang INDIVIDUALIS
Hidup kaya raya dan berkecukupan secara materi merupakan gambaran sukses kehidupan bagi sebagian besar masyarakat modern era globalisasi… Kata SUKSES sudah menjadi berhala baru, sebab sukses diartikan dengan keberhasilan hidup materi. Banyak uang, memiliki jabatan tinggi, dan dianggap penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini menjadikan mental bangsa menjadi sangat rapuh, karena hilangnya jati diri dan prinsip-prinsip kebenaran yang hakiki. Uang sebagai alat tukar telah menjelma menjadi ilah baru yang posisinya dianggap sangat menentukan dalam kelangsungan hidup umat manusia dewasa ini. Sehingga tidak perlu heran dan aneh apabila masyarakat kita sudah banyak yang kehilangan akalnya dalam menempatkan nilai alat tukar ini.
Lihat dan perhatikan…, bagaimana rutinitas hari-hari masyarakat global sekarang ini menjalani aktivitasnya dalam upaya mencari dan berburu kesenangan dunia yang berupa uang tersebut, mulai pagi-pagi buta hingga malam hari, bahkan hingga datang pagi lagi. Sehingga ada anekdot dikalangan orang mesjid, katanya mereka itu masuk dalam golongan angkatan 59, pergi jam 5 pagi, pulang jam 9 malam…! Fenomena ini akan tetap terus bertahan sampai mereka ketemu ajal (maut). Sebab, dunia ini memang sangat menyibukan dan melenakan bagi orang-orang yang mencintainya. Sudah dari jaman dulu, sejak diciptakannya manusia, bahwa yang namanya kesenangan dunia walau hanya semu, sesaat dan sebentar saja…? Tapi begitu dahsyatnya sehingga seorang Qorun bisa lupa diri, sombong dan bangga, karena hartanya berjibun. Bahkan Fir’aun laknatullah, berani menyatakan dirinya sebagai tuhan…! Semua akibat buruk pengaruh kesenangan dunia (Harta, Tahta dan Wanita).
Sistem perekonomian dibuat sedemikian rupa, sehingga dipolitisir agar perputaran uang yang dihasilkan oleh kegiatan bisnis hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang memiliki power (kekuasaan) saja. Gak usah heran, bila ada spekulan, koruptor ulung dan diktator berjaya dan berkibar di negeri Indonesia yang kaya ini. Karena memang, semua aturan yang berlaku sekarang ini adalah duplikasi dari contoh sukses orang-orang kafir, yang diwakili bangsa barat. Inilah sebabnya, kenapa sebagian besar masyarakat kita sudah begitu banyak kehilangan arah dalam tujuan hidup sebenarnya, sehingga tidak lagi mencerminkan sebagai bangsa yang agamis dan berakhlak. Hampir tidak ada lagi yang bisa membedakan antara orang muslim dan non-muslim. Gaya hidup dan pola pikir mereka sudah sama. Bekerja, berdagang dan bergaul sama saja…! Mungkin hanya baju dan nama saja yang membedakannya. Si Abdul pakai gamis dan peci, sementara si Marcus pakai jas dan kemeja berdasi…
Sistem demokrasi yang katanya akan membawa pada pembaharuan, hanya dijadikan metode atau alat untuk meraih jabatan dan kekayaan semata. Bermacam-macam partai poloitik dan ormas lain dibentuk hanya untuk membela golongannya saja. Jauh dari visi dan misi untuk perbaikan apalagi kesejahteraan dan keadilan. Yang ada hanya saling berebut untuk kesenangan materi dunia. Tidak aneh, apabila para anggota caleg yang bernaung dibawah parpolnya memanipulasi diri dengan atribut embel-embel gelar agar supaya dipercaya rakyat. Sebab sesungguhnya mereka kebanyakan hanya mencari uang dan kesempatan untuk bisa hidup kaya diatas kendaraan demokrasi yang selalu mereka gembar-gemborkan. Kondisi ini menjadikan sebagian besar masyarakat kita berfikir pragmatis dan na’if, karena hidupnya cuma berfikir bagaimana caranya bisa jadi orang sukses. Tentunya dengan bayangan banyak uang, rumah megah, mobil mewah, istri cantik dan jabatan tinggi. Keluar masuk kerja di ruangan gedung mewah ber-AC yang dilengkapi asesoris teknologi canggih dan mahal…! Sehingga pada akhirnya budaya hedonisme (mengejar kesenangan sesaat) menjadi budaya dan gaya hidup. Kalau sudah begini maka tatanan hidup masyarakat menjadi rusak, sebab sudah tidak ada lagi kepekaan, kasih sayang dan toleransi pada sesama. Semua berfikir hanya untuk mementingkan diri sendiri saja. Bagaimana mungkin ada Silaturrahmi…, bila setiap individu bisanya cuma mikiriin jadi orang kaya saja…? Sikut kiri, sikut kanan, injek bawah jilat atas…, yang penting bisa kaya…! Masyaa Allah !
Kondisi yang menyedihkan dari suatu tatanan hidup masyarakat yang mengaku mayoritas Islam ini, telah begitu lama melanda hingga detik ini. Dan anehnya semakin rusak dan parah seiring terjadinya krisis ekonomi yang mengglobal. Dasar aqidah yang lemah, pola pikir yang salah dan gaya hidup kebarat-baratan dari sebagian umat, telah menjadikan negara kita ini menjadi momok, bahan ejekan bangsa lain dikarenakan sudah hilangnya jati diri bangsa yang katanya berbudaya. Budaya maling (korupsi), mau enteng untung, dan egoistis (gak mau ngalah) telah membelah rasa`persaudaraan antar suku dan agama. Hidup seperti api dalam sekam, kelihatan adem ayem, padahal bergejolak saling buru untuk mengalahkan satu sama lainnya. Masing-masing bersiasat untuk mendapatkan kemenangan diri, yang ujung-ujungnya materi dunia… Masyaa Allah !
Bagaimanakah seharusnya orang Islam (yang mukmin) menghadapi dunia sekarang ini…? Terhadap pertanyaan ini, lebih dahulu kita harus memahami kedudukan dunia dan tingkatannya, setelah itu barulah kita akan dapat memperlakukan dunia itu seperti yang dituntunkan Al Qur’an dan Sunnah Rosul. Bahwasanya dunia terbagi atas 3 tingkatan, yaitu :
· Pertama, dunia yang menguntungkan dengan berbagai ganjaran dan pahala.
· Kedua, dunia yang menarik dan menimbulkan berbagai perhitungan.
· Dan ketiga, dunia yang menyebabkan seseorang menerima siksa dan adzab.
Dunia yang mendatangkan keuntungan dengan berbagai pahala dan kebaikan adalah dunia yang dijadikan ladang amal untuk akherat. Yaitu dunia yang menghubungkan kita dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan mampu menyelamatkan dari segala macam kecelakaan. Dunia yang tidak dapat melalaikan seseorang untuk beribadah kepada Allah. Itulah dunianya orang yang beriman.
Dan dunia yang menarik kepada berbagai perhitungan, yaitu dunia yang menghalangi seseorang untuk menunaikan segala perintah dan amanat Allah, dalam menuntutnya kita pun tidak melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah. Dunia semacam ini akan menarik kita pada perhitungan (hisab) yang amat panjang, dan mereka ini termasuk orang-orang kaya yang di dahului oleh orang-orang miskin masuk ke dalam “Jannah” selama 500 tahun lebih dulu.
Kemudian dunia yang akan menyebabkan kita menerima siksa dan adzab, yaitu dunia yang memalingkan kita dalam menunaikan segala kewajiban kepada Allah SWT, dan menceburkan diri kita ke dalam larangan-Nya. Dunia semacam ini akan menyeret pemiliknya ke dalam tempat celaka. Mayoritas dari penghuni dunia semacam ini adalah terdiri dari orang-orang kafir, munafik, musyrik dan dzalim serta orang-orang fasik. Mereka menuntut dunia hanyalah untuk memenuhi tuntutan nafsu dan syahwat, serta mengecap kenikmatannya semata. Orang-orang ini bagaikan hewan ternak, bahkan lebih buruk daripada itu.
....................................................................................................................
“…dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka. (Muhammad : 12)
...................................................................................................................
Atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami…? mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak)... (Al Furqon : 44)
Demikian Allah SWT memberikan perumpamaan manusia yang hidupnya cuma sebatas perut dan kemaluan saja, yaitu kehidupan dunia. Tapi kebanyakan manusia tidak pernah mau tau terhadap peringatan dan janji Allah SWT. Sungguh sangat memprihatinkan apabila kondisi ini terus berlanjut, sebab walau bagaimanapun mereka tetaplah saudara kita yang mungkin belum paham atau belum mengerti tentang maksud hidup sesungguhnya. Maka sudah sepantasnyalah apabila berita langit ini kudu disampaikan.
.................................................................................................................................
Demi masa…, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Al Ashr 1-3)
maaf lg ya sob gk ada ayatnya alasan nya biasalah kya postingan sebelumnya
n yang di atas blum selesai lo sob penjelasan nya....
masih sama alasan nya sama kayak postingan sebelumnya......
ok dh yang mau download n baca secara lengkap lihat aja dengan cara ckik gambar di bawah ini:
Post a Comment